Senin, 21 April 2025
Peluang Usaha    Hobby    Budaya    Kerajinan    Wisata    Oto    Tekno    Olah Raga    Kuliner    Seleb    Pendidikan    Kesehatan    Seks    Modis    Amatir   
Home » , , » Kulkas Tanpa Listrik dan Freon Siswa SMAN 2 Musi Banyuasin Menang di AS

Kulkas Tanpa Listrik dan Freon Siswa SMAN 2 Musi Banyuasin Menang di AS

Posted by KANG LINTAS on Senin, 22 Desember 2014

Sebuah prestasi tingkat dunia kembali ditorehkan para pelajar Indonesia. Kali ini giliran dua siswi SMA Unggulan Negeri 2 Sekayu, Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, yang mengharumkan nama bangsa. Azizita Syafiq (17) dan Anjani Rahma Putri (16) yang baru naik ke kelas 12 berhasil menyabet dua penghargaan sekaligus di ajang Intel ISEF (International Science and Engineering Fair) di Los Angeles, Amerika Serikat, 11-16 Mei.

Pada kompetisi peneliti muda sejagad itu keduanya menampilkan karya kulkas tanpa listrik atau bahasa kerennya disebut. Dalam kategori Special Award, Muhtaza atau yang biasa dipanggil Moza dan Anjani yang akrab disapa Angie meraih bronze award (perunggu) dan berhak atas hadiah senilai 10.000 dolar AS atau sekitar Rp 117 juta. Di puncak kompetisi, Grand Award, kedua pelajar yang masih memiliki hubungan saudara ini menjadi juara ketiga untuk kategori Engineering: Materials & Bioengineering dan diganjar hadiah 1.000 dolar AS.

Hebatnya lagi, untuk menciptakan Green Refrigerant Box yang memenangi lomba karya ilmiah yang diikuti 1.700 peneliti muda dari 70 negara itu mereka hanya bermodal Rp 100 ribu. Sangat murah, lantaran lemari es itu dibuat dengan sangat sederhana. “Benar-benar tanpa listrik dan freon,” ungkap Moza dan Anjani kepada Nyata, Rabu (28/5). Merasa karyanya begitu sederhana, pada saat lomba berlangsung keduanya sempat minder melihat peserta lain menampilkan hasil penelitian yang lebih canggih.

Bahkan Anjani merasa seperti disepelekan oleh peserta dari negara yang lebih maju seperti Eropa dan Amerika Serikat. “Ada yang menampilkan lewat video saat membedah penelitiannya. Yang saya ingat, Boot dari Prancis selalu diserbu wartawan. Angie sempat bilang ke aku, Za, kok mereka enggak jepret kita ya. Tapi ternyata mereka nggak dapat penghargaan. Justru kami yang menang,” kenang Moza, bangga. “Cara mereka melihat kita seperti menyepelekan. Ah dari Indonesia, nggak bakal juara. Mungkin itu pikiran mereka. Ternyata pas pengumuman, nama kita yang dipanggil, mereka tidak. Ya ahirnya mereka tepuk tangan untuk kami,” timpal Anjani senang.

Panen Membusuk
Ide Moza dan Anjani menciptakan lemari es tanpa listrik ternyata berawal dari kegelisahan terhadap hasil panen di desa mereka, Bailango. Karena di wilayah itu jaringan listrik terbatas dan tidak stabil, maka orang di desaku tidak bisa menggunakan kulkasnya secara optimal untuk mengawetkan buah-buahan atau sayuran. “Padahal potensi buah-buahan di sana banyak, seperti duku, pepaya, mangga. Di daerah Lalan malah lebih parah lagi karena tak ada listriknya, tapi buahnya jauh lebih banyak,” cerita Moza.

Selama ini untuk mengawetkan buah-buahan, warga punya sendiri yaitu dengan menyimpannya dalam karung, diikat lalu didiamkan. “Istilahnya diperam. Itu kan enggak efektif karena buah akan tetap rusak. Malah tidak higienis karena bisa tercemar dari karung atau ruang tempat penyimpanan,” terang Moza. Tapi dengan kulkas tanpa listrik ciptaan Moza dan Angie, buah atau sayuran yang diawetkan di dalamnya bisa bertahan sampai beberapa hari, layaknya dimasukkan dalam lemari es biasa. Murah dan sangat bermanfaat.

Bahan dan piranti yang dipakai membuat lemari es tanpa listrik itu juga terbilang serhana dan ramah lingkungan. Yaitu sebuah boks plastik, suntikan, selang, aluminum foil, stereo foam, alkohol 70 % alias etanol, arang aktif yang berasal dari limbah kayu gelam, kaleng plus botol minuman. “Kalau dihitung-hitung, biaya yang dibutuhkan tak sampai Rp 100 ribu. Stereo foam, selang, suntikan, banyak diperoleh di sekolah kami. Kaleng dan botol mudah dicari di tempat sampah. Kalau kayu gelam merupakan limbah dari material building yang banyak kami temukan di rawa-rawa,” rinci Angie.

Temui Kerumitan
Dari bahan-bahan yang tersedia, Moza dan Angie mulai mempraktikkan pelajaran fisika dan kimia. Mula-mula, seluruh sisi boks plastik dilapisi stereofoam dan aluminium foil untuk mempertahankan suhu ruangan di dalamnya. Lalu, boks plastik itu diisi 4 kaleng secara bersusun yang sudah dilapisi aluminium foil. Dua kaleng paling bawah sebagai wadah untuk arang aktif dari kayu gelam. Sementara 2 kaleng di atasnya berfungsi sebagai evaporator untuk menghembuskan suhu dingin setelah disuntik etanol.

Untuk merubah kayu gelam menjadi arang aktif caranya sangat sederhana, hanya membutuhkan sebuah oven kue biasa dan cairan NaOH. “Untuk membuat arang aktif, kayu gelam diarangkan dahulu. Lalu arangnya direndam NaOH selama seharian. Setelah itu arang dioven selama sejam dengan suhu 150 derajat. Tujuannya untuk membuka pori-pori arang agar bisa menjerap uap etanol,” beber Moza.

Setelah semua alat dirakit, Moza dan Anjani mulai mempraktikkan cara kerja alat tersebut. “Setelah kaleng evaporator kita suntikkan, boks plastik yang dipastikan kedap udara, kita pompa. Tujuannya untuk membuat uap etanol. Uap tersebut diserap oleh arang aktif sehingga tekanan menjadi turun yang otomatis akan menurunkan suhu,” ujarnya. Ternyata, dari semua proses maka pemompaan merupakan hal paling rumit. Karena untuk membuat ruangan dalam boks bersuhu dingin dibutuhkan pemompaan sekitar ½ jam lebih.

Botol bekas minuman merupakan alat pemompa yang paling efektif. “Sebelumnya, kami menggunakan alat suntik untuk memompa. Ternyata membutuhkan waktu cukup lama. Pernah mencoba penyemprot baju untuk setrika, juga penyemprot nyamuk yang justru membuat ruangan jadi panas. Saat ini masih memikirkan pompa lain yang lebih efektif, misalnya kayuhan sepeda. Tapi masih kami pikirkan bentuknya,” tambah Moza. Dengan lemari es tanpa listrik ciptaannya, suhu paling rendah yang dihasilkan adalah 5,5 derajat Celcius. “Itu setelah alat dipompa selama setengah jam, dengan variasi 300 gram arang aktif dan 300 ml etanol,” tambahnya.

Tidak Pintar
Sebelumnya, banyak yang meragukan temuan kulkas tanpa listrik merupakan ide murni Moza dan Angie. Tapi Dimas Candra Atmaja, guru Kimia SMAN 2 Muba yang membimbing keduanya ketika ditemui Nyata memastikan hal tersebut. “Ini murni ide mereka, saya hanya mengarahkan. Untuk lebih meyakinkan, saya tak ingin menjelaskan prinsip kerja alat ini. Biar mereka saja,” tegas Dimas. Setelah lemari es tanpa listrik tercipta, kata Dimas, pihak sekolah mendorong agar kedua muridnya itu menyempurnakan temuannya tersebut.

Juga rencana untuk mematenkan alat itu. “Beberapa pihak memang menyarankan untuk mematenkan, tapi kami sempurnakan dulu. Kata Kemendiknas dan LIPI, kalau sudah siap mematenkan bisa menghubungi mereka,” ujar Moza. Ada fakta menarik yang diungkapkan Dimas, ternyata secara akademis Moza dan Anjani bukan tergolong murid paling pintar di sekolah. “Anjani tidak pernah masuk 10 besar. Kalau Moza pernah tapi tak sampai 5 besar. Istilahnya mereka sebenarnya biasa-biasa saja. Masih banyak yang lebih pintar. Tapi kalau diadu untuk kompetisi fisika, InsyaAllah mereka lebih siap,” kata Dimas. *yan/fr

Sumber : http://nyata.co.id/kisah/kulkas-tanpa-listrik-dan-freon-temuan-siswa-sma-negeri-2-musi-banyuasin/

SHARE :
Kang Lintas
 
 
Copyright © 2014 KANG LINTAS. All Rights Reserved. Powered by Lintas Daerah
Template by Creating Website and Kang Lintas