Sebuah prestasi tingkat dunia kembali ditorehkan
para pelajar Indonesia. Kali ini giliran dua siswi SMA Unggulan Negeri 2
Sekayu, Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, yang mengharumkan nama
bangsa. Azizita Syafiq (17) dan Anjani Rahma Putri (16) yang baru naik
ke kelas 12 berhasil menyabet dua penghargaan sekaligus di ajang Intel
ISEF (International Science and Engineering Fair) di Los Angeles,
Amerika Serikat, 11-16 Mei.
Pada kompetisi peneliti muda sejagad itu
keduanya menampilkan karya kulkas tanpa listrik atau bahasa kerennya
disebut. Dalam kategori Special Award, Muhtaza atau yang biasa dipanggil
Moza dan Anjani yang akrab disapa Angie meraih bronze award (perunggu)
dan berhak atas hadiah senilai 10.000 dolar AS atau sekitar Rp 117 juta.
Di puncak kompetisi, Grand Award, kedua pelajar yang masih memiliki
hubungan saudara ini menjadi juara ketiga untuk kategori Engineering:
Materials & Bioengineering dan diganjar hadiah 1.000 dolar AS.
Hebatnya lagi, untuk menciptakan Green
Refrigerant Box yang memenangi lomba karya ilmiah yang diikuti 1.700
peneliti muda dari 70 negara itu mereka hanya bermodal Rp 100 ribu.
Sangat murah, lantaran lemari es itu dibuat dengan sangat sederhana.
“Benar-benar tanpa listrik dan freon,” ungkap Moza dan Anjani kepada
Nyata, Rabu (28/5). Merasa karyanya begitu sederhana, pada saat lomba
berlangsung keduanya sempat minder melihat peserta lain menampilkan
hasil penelitian yang lebih canggih.
Bahkan Anjani merasa seperti disepelekan oleh
peserta dari negara yang lebih maju seperti Eropa dan Amerika Serikat.
“Ada yang menampilkan lewat video saat membedah penelitiannya. Yang saya
ingat, Boot dari Prancis selalu diserbu wartawan. Angie sempat bilang
ke aku, Za, kok mereka enggak jepret kita ya. Tapi ternyata mereka nggak
dapat penghargaan. Justru kami yang menang,” kenang Moza, bangga. “Cara
mereka melihat kita seperti menyepelekan. Ah dari Indonesia, nggak
bakal juara. Mungkin itu pikiran mereka. Ternyata pas pengumuman, nama
kita yang dipanggil, mereka tidak. Ya ahirnya mereka tepuk tangan untuk
kami,” timpal Anjani senang.
Panen Membusuk
Ide Moza dan Anjani menciptakan lemari es tanpa
listrik ternyata berawal dari kegelisahan terhadap hasil panen di desa
mereka, Bailango. Karena di wilayah itu jaringan listrik terbatas dan
tidak stabil, maka orang di desaku tidak bisa menggunakan kulkasnya
secara optimal untuk mengawetkan buah-buahan atau sayuran. “Padahal
potensi buah-buahan di sana banyak, seperti duku, pepaya, mangga. Di
daerah Lalan malah lebih parah lagi karena tak ada listriknya, tapi
buahnya jauh lebih banyak,” cerita Moza.
Selama ini untuk mengawetkan buah-buahan, warga
punya sendiri yaitu dengan menyimpannya dalam karung, diikat lalu
didiamkan. “Istilahnya diperam. Itu kan enggak efektif karena buah akan
tetap rusak. Malah tidak higienis karena bisa tercemar dari karung atau
ruang tempat penyimpanan,” terang Moza. Tapi dengan kulkas tanpa listrik
ciptaan Moza dan Angie, buah atau sayuran yang diawetkan di dalamnya
bisa bertahan sampai beberapa hari, layaknya dimasukkan dalam lemari es
biasa. Murah dan sangat bermanfaat.
Bahan dan piranti yang dipakai membuat lemari es
tanpa listrik itu juga terbilang serhana dan ramah lingkungan. Yaitu
sebuah boks plastik, suntikan, selang, aluminum foil, stereo foam,
alkohol 70 % alias etanol, arang aktif yang berasal dari limbah kayu
gelam, kaleng plus botol minuman. “Kalau dihitung-hitung, biaya yang
dibutuhkan tak sampai Rp 100 ribu. Stereo foam, selang, suntikan, banyak
diperoleh di sekolah kami. Kaleng dan botol mudah dicari di tempat
sampah. Kalau kayu gelam merupakan limbah dari material building yang
banyak kami temukan di rawa-rawa,” rinci Angie.
Temui Kerumitan
Dari bahan-bahan yang tersedia, Moza dan Angie
mulai mempraktikkan pelajaran fisika dan kimia. Mula-mula, seluruh sisi
boks plastik dilapisi stereofoam dan aluminium foil untuk mempertahankan
suhu ruangan di dalamnya. Lalu, boks plastik itu diisi 4 kaleng secara
bersusun yang sudah dilapisi aluminium foil. Dua kaleng paling bawah
sebagai wadah untuk arang aktif dari kayu gelam. Sementara 2 kaleng di
atasnya berfungsi sebagai evaporator untuk menghembuskan suhu dingin
setelah disuntik etanol.
Untuk merubah kayu gelam menjadi arang aktif
caranya sangat sederhana, hanya membutuhkan sebuah oven kue biasa dan
cairan NaOH. “Untuk membuat arang aktif, kayu gelam diarangkan dahulu.
Lalu arangnya direndam NaOH selama seharian. Setelah itu arang dioven
selama sejam dengan suhu 150 derajat. Tujuannya untuk membuka pori-pori
arang agar bisa menjerap uap etanol,” beber Moza.
Setelah semua alat dirakit, Moza dan Anjani
mulai mempraktikkan cara kerja alat tersebut. “Setelah kaleng evaporator
kita suntikkan, boks plastik yang dipastikan kedap udara, kita pompa.
Tujuannya untuk membuat uap etanol. Uap tersebut diserap oleh arang
aktif sehingga tekanan menjadi turun yang otomatis akan menurunkan
suhu,” ujarnya. Ternyata, dari semua proses maka pemompaan merupakan hal
paling rumit. Karena untuk membuat ruangan dalam boks bersuhu dingin
dibutuhkan pemompaan sekitar ½ jam lebih.
Botol bekas minuman merupakan alat pemompa yang
paling efektif. “Sebelumnya, kami menggunakan alat suntik untuk memompa.
Ternyata membutuhkan waktu cukup lama. Pernah mencoba penyemprot baju
untuk setrika, juga penyemprot nyamuk yang justru membuat ruangan jadi
panas. Saat ini masih memikirkan pompa lain yang lebih efektif, misalnya
kayuhan sepeda. Tapi masih kami pikirkan bentuknya,” tambah Moza.
Dengan lemari es tanpa listrik ciptaannya, suhu paling rendah yang
dihasilkan adalah 5,5 derajat Celcius. “Itu setelah alat dipompa selama
setengah jam, dengan variasi 300 gram arang aktif dan 300 ml etanol,”
tambahnya.
Tidak Pintar
Sebelumnya, banyak yang meragukan temuan kulkas
tanpa listrik merupakan ide murni Moza dan Angie. Tapi Dimas Candra
Atmaja, guru Kimia SMAN 2 Muba yang membimbing keduanya ketika ditemui
Nyata memastikan hal tersebut. “Ini murni ide mereka, saya hanya
mengarahkan. Untuk lebih meyakinkan, saya tak ingin menjelaskan prinsip
kerja alat ini. Biar mereka saja,” tegas Dimas. Setelah lemari es tanpa
listrik tercipta, kata Dimas, pihak sekolah mendorong agar kedua
muridnya itu menyempurnakan temuannya tersebut.
Juga rencana untuk mematenkan alat itu.
“Beberapa pihak memang menyarankan untuk mematenkan, tapi kami
sempurnakan dulu. Kata Kemendiknas dan LIPI, kalau sudah siap mematenkan
bisa menghubungi mereka,” ujar Moza. Ada fakta menarik yang diungkapkan
Dimas, ternyata secara akademis Moza dan Anjani bukan tergolong murid
paling pintar di sekolah. “Anjani tidak pernah masuk 10 besar. Kalau
Moza pernah tapi tak sampai 5 besar. Istilahnya mereka sebenarnya
biasa-biasa saja. Masih banyak yang lebih pintar. Tapi kalau diadu untuk
kompetisi fisika, InsyaAllah mereka lebih siap,” kata Dimas. *yan/fr
Sumber : http://nyata.co.id/kisah/kulkas-tanpa-listrik-dan-freon-temuan-siswa-sma-negeri-2-musi-banyuasin/