Membuat format Penilaian Prestasi Kerja Karyawan bagi Perusahaan yang
belum pernah melakukannya adalah pekerjaan yang cukup sensitif dan
harus sesuai dengan situasi, kondisi serta budaya kerja setempat. Kalau
dibuat asal jadi saja, akan menimbulkan keresahan diantara sesama
Karyawan maupun antara bawahan dan atasan. Para atasan masing-masing
Departemen perlu diajak sharing berdiskusi terlebih dahulu, sebelum
penilaian prestasi kerja tersebut diberlakukan. Bahkan kalau perlu para
atasan diajak praktek atau simulasi terlebih dahulu. Karena jenis
formula Penilaian Prestasi Kerja berbeda antara Follower dengan
Leader.
Sistem penilaiannya pun ada beberapa pilihan. Cukup top down saja, atau
model 90 derajat atau 380 derajat atau justru model dari hasil
kesepakatan antar atasan saja yang dipakai. Sifatnya yang terbuka atau
tertutup (rahasia). Kalau model top down hanya satu arah yaitu atasan
menilai bawahan. Model ini banyak digunakan karena sangat sederhana dan
mudah dilaksanakan. Apalagi sifatnya yang rahasia. Tapi sering
mengejutkan para Karyawan, karena tiba-tiba ada temannya yang satu level
naik posisi tanpa ada isu sebelumnya. Sehingga kesannya tidak adil dan
tidak fair dalam kompetisi memperjuangkan jenjang karier. Akibatnya
gosip nepotisme merebak kemana-mana. Bahkan bagi Karyawan ybs yang
menerima kenaikan posisi juga merasa kurang nyaman dalam mengemban
jabatan barunya.
Tapi kalau sifat penilaian prestasinya terbuka, biasanya setiap
menjelang periode penilaian, kondisi Karyawan ditempat kerja menjadi
agak hangat cenderung resah. Karena bagi para bawahan, timbul rasa
was-was khawatir kalau atasannya memberikan nilai yang rendah atau tidak
fair terhadap dirinya. Sedangkan para atasan ketika menentukan
penilaian pada form penilaian prestasi bawahannya, agak bimbang dan
cenderung memberikan nilai abu-abu yang aman bagi dirinya. Contohnya
kalau ada pilihan kategori : baik, cukup, dan kurang, biasanya kalau
atasan yang tidak mempunyai catatan kondite bawahannya, cenderung
memberikan nilai yang cukup. Karena dirasa aman bagi dirinya. Tapi hal
ini tidak baik untuk perkembangan motivasi kerja para bawahannya.
Seolah-olah menganut sistem 'PGPW' (Pinter Goblok Podo Wae) pintar bodoh
sama saja.
Jadi (sekedar saran) model penilaian prestasi yang top down dan bersifat
tertutup, hanya dipakai untuk para follower (bawahan non jabatan) oleh
atasannya langsung. Karena atasannya langsung lebih tahu kondisi
prestasi dan kondite bawahannya. Sedangkan atasan selanjutnya hanya
sekedar memberikan pertimbangan saja.
Status Karyawan bawahan yang dinilai yaitu ketika akan habisnya masa
percobaan Karyawan baru untuk menentukan apakah ybs perlu diangkat atau
tidak. Juga untuk menetukan para Karyawan Kontrak yang menjelang habis
masanya, perlu diperpanjang atau tidak kontraknya atau apabila sudah
kontrak yang kedua, perlu diangkat atau tidak. Penerapan model penilaian
ini pada bawahan yang berstatus masih non permanent, biasanya kurang
membawa dampak bagi Karyawan lain secara keseluruhan.
Penilaian prestasi untuk para Leader (Foreman, Supervisor,
Superintendent dll) sebaiknya tetap bersifat tertutup tapi menggunakan
model yang 380 derajat. Kenapa tertutup karena menurut pengalaman kami,
budaya Indonesia yang masih memegang adat ketimuran, masih belum siap
untuk buka-bukaan. Kalau tetap dipaksakan pasti akan menimbulkan
ketegangan dintara para Karyawan itu sendiri.
Sedangkan kenapa harus yang model 380 derajat, karena model ini yang
kami anggap paling adil dan fair dibanding model yang lain. Hanya
penerapannya agak ribet dan perlu waktu yang agak panjang. Karena arti
dari 380 derajat adalah : keatas, kebawah, kesamping kanan dan kesamping
kiri. Jadi setiap level jabatan dinilai oleh atasanya. bawahannya,
teman selevel disamping kanan dan teman selevel disamping kiri. Hasil
nilai prestasinya dijumlahkan dari keempat sisi lalu diambil angka
rata-rata. Jumlah akhir dari hasil rata-rata inilah yang dianggap valid
nilai prestasinya. Sehingga dengan demikian tidak ada lagi nilai
prestasi para pemegang jabatan yang diragukan oleh pihak lain. Dengan
begitu, para pemegang jabatan diharapkan selalu menjaga hubungan yang
baik terhadap atasan, bawahan, teman selevel disamping kanan dan teman
selevel disamping kiri. Selanjutnya suasana ditempat kerja diharapkan
tetap selalu harmonis setelah adanya penilaian prestasi.
Penilaian prestasi sebenarnya tidak hanya untuk kepentingan perubahan
status Karyawan (dari status percobaan/kontrak akan menjadi tetap) atau
untuk kenaikan jabatan saja. Tapi juga bisa untuk menentukan mutasi,
demosi, kenaikan gaji berkala (kalau ada), perhitungan insentif, bonus
dan bentuk reward yang lain.
Contoh form penilaian prestasi yang sederhana adalah sbb :
Untuk memperbesar, klik gambar ini
Sebenarnya masih ada lagi bentuk form penilaian prestasi yang lain yaitu
khusus untuk follower dan bentuk yang lebih sederhana yaitu yang hanya 1
lembar. Walaupun hanya 1 lembar (ringkas dan padat) sudah pernah kami
praktekkan di beberapa Perusahaan tambang diluar jawa. Dan hasilnya
cukup efektif serta tidak pernah menimbulkan masalah. Kalau ada
rekan-rekan Pembaca yang berminat dengan bentuk form tersebut, atau
ingin berdiskusi secara pribadi, silahkan kirim email ke : djoko.harmiawan2000@gmail.com
Untuk rekan-rekan yang senior atau siapa saja yang tertarik dengan
tulisan ini, tolong ditambahkan atau direvisi agar lebih bermanfaat bagi
orang lain.
Sumber : http://www.teknismanajemenhrd57.com/2011/10/membuat-penilaian-prestasi-kerja.html